Makna 1 Muharram
Assalamualaikum,,
disini
saya akan membahas makna 1 muharram atau tahun baru islam. 1 muharram identik
dengan peristiwa hijrah nabi, silakan membaca, semoga dapat hikmahnya,,
Peristiwa
Hijrah dan Perkembangan Islam
Sekedar
mengingatkan, bahwa Tahun Hijriah atau Tahun Baru Islam, bukan dimulai dari
tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW, tapi tahun saat beliau hijrah (pindah) atau
mengungsi dari Kota Mekah ke Madinah, karena mau dibunuh oleh orang-orang kafir
Quraish saat itu.
Berbicara
tentang perkembangan Islam, tentu tidak bisa lepas dari peristiwa hijrah
Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Dakwah Nabi di Makkah pada saat itu banyak
mengalami rintangan berupa tantangan dan ancaman dari kaum musyrikin dan kafir
Quraisy.
Selama
kurun waktu 12 tahun sejak Nabi diutus, dakwah Rasulullah tidak mendapat
sambutan menggembirakan, bahkan sebaliknya banyak menghadapi terror, pelecehan,
hinaan, dan ancaman dari kaum musyrikin dan kafir Quraisy yang dikomandani oleh
paman Nabi sendiri, yaitu Abu Lahab.
Karena
itu, Rasulullah diperintahkan Allah SWT untuk pindah (hijrah). Akhirnya, beliau
meninggalkan kota kelahiranya Mekah, berhijrah ke kota Madinah. Di Madinah,
Nabi dan para sahabat Muhajirin mendapat sambutan hangat oleh kaum Anshar
(penduduk asli Madinah).
Agama
Islam pun mengalami perkembangan amat pesat. Dalam kurun waktu relatif singkat,
hanya sekitar 8 tahun, suara Islam mulai bergema ke seluruh penjuru dunia dan
Islam pun berkembang meluas ke seluruh pelosok permukaan bumi. Karena itu tidak
mengherankan jika peristiwa hijrah merupakan titik awal bagi perkembangan Islam
dan bagi pembentukan masyarakat Muslim yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW.
Menurut
para pakar sejarah, masyarakat Muslim, kaum Muhajirin dan Anshar, yang dibangun
Rasulullah SAW di Madinah merupakan contoh masyarakat ideal yang patut ditiru,
penuh kasih sayang, saling bahu-membahu dan lebih mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan peribadi. Karena itu, tidak mengherankan jika Khalifah
Umar bin Chatab menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal perhitungan tahun baru
Islam, yang kemudian dikenal dengan Tahun Baru Hijriah,
Allah
berfirman,“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang
lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu” (Al-Hujurat ayat 13)
Umat
manusia kadang-kadang terjebak kepada sesuatu yang bersifat jangka pendek, dan
melupakan yang bersifat jangka panjang bahkan yang abadi selama-lamanya.
Manusia sering tergesa-gesa dan ingin cepat berhasil apa yang diinginkannya,
sehingga tidak sedikit yang menempuh jalan pintas, termasuk korupsi misalnya.
Islam menekankan bahwa hidup ini adalah perjuangan dan dalam berjuang pasti
banyak tantangan dan rintangan. Hidup di dunia adalah sebagai jalan untuk
menuju kehidupan Akhirat.
Hikmah
dari Peristiwa Hijrah Nabi
Beberapa
hikmah yang dapat dipetik dari Hijrahnya Nabi dan para sahabat dari Mekah ke
Madinah saat itu adalah:
Pertama:
perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan
tonggak sejarah yang monumental dan memiliki mkjna yang sangat berarti bagi
setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula
diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang
prospektif di Madinah.
Kedua:
Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang
tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan
hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah s.a.w. dan
para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski
harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara
dan harta benda mereka.
dan harta benda mereka.
Ketiga:
Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan
kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok
Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.
Dalam
konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan
meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. dan
kaum Muhajirin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat
berhijrah itu sendiri, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah
berhenti.
Dalam
sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullha dan berkata:
“Wahai Rasulullah,saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah
telah telah berakhir”, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada
hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya
sehingga matahari terbit darisebelah barat”.
Merupakan
Bukti Maha Adilnya Allah
Berbeda
dengan tahun Masehi, permulaan hari atau pergantian hari bukan di pagi hari
atau jam 00.01, tetapi di saat terbenamnya matahari atau munculnya bulan.
Itulah sebabanya Tahun Masehi (dari Isa Al Masih) dalam Islam disebut Tahun
Syamsyiah (matahari), sedangkan Tahun Hijriah atau Tahun Islam disebut juga
Tahun Qomariah (bulan). Kalau Tahun Masehi, setiap bulan terdiri dari 30 hari
atau 31 hari, kecuali Februari yang 28 atau 29 hari, tetapi bulan Hijriah
terdiri dari 29 dan 30 hari.
Itulah
sebabnya, terdapat selisih sekitar 10-12 hari setiap tahun, ada pergeseran
kegiatan keagamaan Islam pada tahun Masehi. Sebagai contoh, hari raya Idul
Fitri atau 1 Syawal pada tahun 2010 jatuh pada tanggal 10 September, tapi pada
tahun 2009, Idul Fitri bersamaan dengan 22 September. Sehingga tidak heran kalau
ada saatnya dimana tahun baru Islam (1 Muharam) hampir bersamaan dengan Tahun
Baru Masehi (1 Januari).
Dengan
perbedaan antara bulan Hijriah dengan bulan Masehi itu, maka bulan Ramadhan
atau bulan Puasa setiap tahun bergeser sekitar 10-12 hari setiap tahun Masehi,
sehingga suatu saat bulan Ramadhan bersamaan dengan bulan Juni, dan ada saatnya
tahun kemudian puasa dilaksanakan bulan Desember.
Berbeda
dengan Indonesia dan Negara-negara tropis, hampir tidak ada perbedaan lamanya
berpuasa untuk sepanjang tahun, yaitu bulan Januari s/d Desember berpuasa
sekitar 14 jam (jam 4 pagi sampai 18.00), tapi di Negara-negara yang mengalami
empat musim seperti di Eropa dan Amerike Serikat dan Kanada, juga Australia dan
Selandia Baru, lamanya berpuasa sangat bervariasi.
Sebagai
contoh bila bulan puasa bertepatan dengan bulan Juni atau Musim Panas di Eropa,
maka penduduk yang tinggal di belahan bumi Bagian Utara akan berpuasa sampai
18-20 jam, mulai jan 02 dinihari (Imsyak) sampai jam 22.00 malam baru berbuka,
karena matahari baru terbenam.
Keadaan
sebaliknya yang dialami oleh penduduk di belahan Bumi Bagian Selatan seperti
Australia dan Selandia Baru. Karena bulan Juni adalah Musim Dingin (Winter),
maka waktu Imsyak sekitar jam 6.00 pagi dan waktu Magrib sekitar jam 16.00
sore, sehingga mereka hanya berpuasa sekitar 10 jam saja.
Keadaan
sebaliknya terjadi bila bulan Desember, maka umat islam yang tinggal di belahan
bumi Bagian Utara berpuasa lebih singkat, dan sebaliknya yang di belahan
Selatan lebih lama (berbanding terbalik). Sedangkan pada bulan Maret dan
September dimana matahari persis ada di Khatulistiwa, kaum Muslimin di belahan
Utara dan Selatan berpuasa dengan jumlah jam yang sama, sekitar 12 jam.
Disitulah
salah satu bukti betapa adilnya Allah, di daerah dekat Equator (Khatulsitiwa)
seperti Indonesia, Malysia dan Negara-negara Arab dimana umat Islam terbesar
ada di sana atau daerah Sub Tropis, fluktuasi lamanya berpuasa setiap tahun
hampir tidak berbeda banyak.
Seandainya,
bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan bulan Masehi, misalnya bulan Juni,
kasihan umat Muslim di bagaian Utara yang harus puasa sampai 18-20 jam dengan
temparatur sangat panas di atas 50 derajat C, setiap tahun seperti itu, dan
orang di belahan Selatan puasanya sangat singkat. Kan sangat tidak adil?.
Untungnya Tuhan Maha Adil, sehingga penentuna bulan puasa berdasarkan Tahun
Hijriah. bukan Tahun Masehi, Allahu Akbar.
Introspeksi
Diri atau Bermuhasabah
Dengan
memasuki tahun baru Hijriah, kita akan memasuki 1 Muharram. Yang berarti kita
akan meninggalkan tahun lalu, dan memasuki tahun baru , yakni tahun baru 1431
Hijriah. Penyambutan tahun baru ini tidak selayaknya seperti yang dilakukan
orang-orang non Muslim saat merayakan tahun baru Masehi, tetapi merayakannya
sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Sekarang
kita masih hidup, tetapi siapa tahu besok atau lusa atau minggu depan atau
bulan depan atau tahun depan, kita akan mati. Sekarang kita masih dapat
menikmati tahun baru Hijriah, tetapi siapa tahu tahun depan kita sudah tidak
ada?.
Berbahagialah
bagi mereka yang memperoleh nikmat umur yang panjang dan mengisinya dengan
amalan-amalan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang bijak. Rasulullah SAW
bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik
amalannya (HR Ahmad)
Dalam
menyambut tahun baru Hijriah, sangat penting bagi kita untuk berkaca diri,
menilai dan menimbang amalan-amalan yang telah kita perbuat dan dosa atau
maksiat yang telah kita kerjakan. Penilaian ini bukan hanya untuk mengetahui
seberapa besar perbuatan amal atau dosa kita, tapi agar tahun mendatang lebih
baik dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh serta mengurangi perbuatan dosa
dan amal salah.
Kisah
Tentang Sahabat Umar bin Khatab tentang Umur Manusia
Adalah
satu riwayat yang menceritakan tentang anak Umar bin Khatab, kembali pulang
dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang melekat di bajunya
yang sudah usang dan jelek. Dengan rasa kasihan Umar sang Amirul Mukminin
(Pemimpin Kaum Musliminn), sebagai ayahnya mengirim sepucuk surat kepada
bendaharawan negara, yang isinya minta agar beliau diberi pinjaman uang
sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan supaya dipotong.
Kemudian
bendaharawan itu mengirim surat balasan kepada Umar, yang isinya demikian :
“Wahai Umar, apakah engkau telah dapat memastikan bahwa engkau masih hidup
sampai bulan depan?. Bagaimana kalau engkau mati sebelum melunasi hutangmu?
Membaca surat bendaharawan itu, maka seketika itu juga Umar tersungkur
menangis, lalu beliau menasehati anakanya dan berkata : “Wahai anakku,
berangkatlah ke sekolah dengan baju usangmu itu sebagaimana biasanya, karna
akau tidak dapat memperhatikan umurku walaupun untuk satu jam” Sungguh, batasan
umur manusia tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah SWT semata.
Oleh
karena keterbatasan tersebut, dan karena rahasia Allah SWT semata, maka marilah
kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan taqwa kita kepada-Nya
dan menambah semangat beramal ibadah yang lebih banyak lagi.
Bulan
Muharram Termasuk Bulan Haram
Bagaimanakah
pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram?
Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak
di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum Muslimin yang
salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak
pembahasan berikut.
Dalam
agama ini, bulan Muharram, merupakan salah satu di antara empat bulan yang
dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوام
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci).
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Allah
Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan
siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari,
bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya.
Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah
menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya
bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari seba
Mengapa
Disebut Bulan Haram
Lalu
kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la
rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama,
pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun
meyakini demikian.
Kedua,
pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan
daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada
saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan
Karena
pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan,
sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang
berpuasa di dalamnya.”
Ibnu
‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan
haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut
dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala
yang lebih banyak.
Bulan
Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Suri
tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan
Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib
adalah shalat malam.
Bulan
Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah,
dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini
pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan
keistimewaannya.
Perkataan
yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53),
beliau rahimahullah mengatakan, “Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan
Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk menunjukkan mulia dan
agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ‘Baitullah’ (rumah
Allah) atau ‘Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran
yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini
menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut.
Bulan
Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah
Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah.. Bulan ini
adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu
masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti
pada hari Arofah dan 10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab.
Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan
pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”
0 Response to "Makna 1 Muharram"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar dengan Jelas dan Sopan